Motivasi – Banyak yang bilang bahwa Jerman adalah mesin ekonomi Eropa. Ekonomi Jerman-lah yang menyelamatkan Eropa dari krisis beberapa waktu lalu. Namun, tahukah kamu? Sesungguhnya, jam kerja di Jerman itu tidaklah banyak seperti kita di Indonesia. Namun, mereka mampu memanfaatkannya sebaik mungkin.
Untuk diketahui, rata-rata jam kerja orang Jerman 35 jam per minggu atau sama dengan 7 jam per hari, dengan waktu cuti 24 hari per tahun. Bandingkan dengan jam kerja kita di Indonesia: 8 jam per hari, cuti hanya 13 hari per tahun.
Pertanyaannya: apa sih rahasianya sehingga mereka bisa tetap produktif dengan jam kerja yang singkat
1. Bagi Orang Jerman, Jam Kerja Khusus untuk Kerja
Saat karyawan bekerja, dia tidak boleh melakukan apapun selain kerjaannya. Jadi tidak main facebook, belanja online, instagram, chatting, Ngaskus dan sebagainya. Kebiasaan berlagak sibuk (padahal lagi nge-Kaskus) saat bos datang merupakan perilaku yang tidak bisa diterima dalam dunia kerja Jerman.
Ketika sedang bekerja orang Jerman terkenal sangat fokus dan rajin. Kamu bisa datang dan pergi dari kantor sewaktu-waktu asalkan sudah menyelesaikan pekerjaanmu. Jadi, tak ada aturan ketat masuk jam 9 pulang jam 5. Mereka selalu berusaha fokus dan cekatan dalam bekerja, sehingga produktivitas yang tinggi bisa tercapai dalam waktu yang singkat.
2. Orang Jerman Lebih Suka Komunikasi Langsung
Saat orang Indonesia mengagungkan budaya basa-basi, orang Jerman tetap bisa asik tanpa banyak basa-basi. Karyawan di Jerman akan bicara langsung kepada atasannya mengenai laporan yang ia buat, bawahan juga tidak segan untuk menanyakan kenapa performa kerjanya dianggap menurun. Atasan mereka juga lebih suka menggunakan perintah langsung seperti “Saya butuh kerjaan kamu jam 3 sore ini” daripada “Gak buru-buru kok.Tapi kalau bisa selesai jam 3.”
3. Orang Jerman Memisahkan Pekerjaan dari Kehidupan Pribadi dengan Seimbang
Karena fokus yang mereka curahkan bagi pekerjaan begitu intens dan mereka begitu produktif saat di kantor/pabrik, selesai jam kantor mereka manfaatkan buat istirahat. Mereka tidak terlalu suka hang out atau ngopi-ngopi dulu bareng teman sekantor. Karena pada umumnya orang Jerman benar-benar menghargai batasan antara kehidupan pribadi dan kehidupan profesionalnya. Bahkan pemerintah Jerman berencana untuk melarang pengiriman email yang berhubungan dengan kerjaan setelah jam 6 sore, supaya pekerja di sana bisa beristirahat.
Bagi mereka, hari libur benar-benar dimanfaatkan untuk berlibur. Akhir pekan dimanfaatkan untuk bercengkrama dengan keluarga dan berbaur dengan masyarakat melalui komunitas minat khusus seperti klub musik, klub olahraga, klub pecinta binatang, klub hiking dan sebagainya. Bahkan di desa terkecil di Jerman terdapat beberapa klub, hingga mereka tidak melewatkan akhir pekan dengan malas-malasan di depan TV.
4. Masyarakat Jerman Dimanjakan dengan Jumlah Hari Libur yang Banyak
Dalam setahun, masyarakat Jerman menikmati ‘libur yang dimandatkan negara’ (mungkin sama dengan ‘cuti bersama’ atau ‘libur nasional’ kalau di Indonesia) yang banyak banget. Kalau ditotal, bisa mencapai 6 minggu dalam setahun. Bayangkan, kamu tidak harus pergi kerja selama 6 minggu sementara gaji kamu tetap dibayar penuh. Itu belum termasuk 25-30 hari jumlah cuti (padahal yang dianjurkan cuma 20 hari) yang boleh diambil dalam setahun. Itu artinya, jika bisa pandai-pandai mengatur jadwal liburan, mereka bisa traveling ke tempat jauh sekalian.
Lalu apa hubungannya liburan dengan produktivitas kerja? Selain liburan membuat kamu lebih fresh saat kembali ke kantor, kamu juga harus menggunakan kacamata orang Jerman dalam melihat liburan. Bagi mereka, liburan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Sedangkan kita hanya menganggap liburan sebagai bonus/hadiah dari pekerjaan.
5. Para Karyawan di Jerman Jarang Melakukan Rapat dan Pertemuan
Kalau kultur kerja di Indonesia terbiasa dengan kebiasaan beramah-tamah, santai dan lebih banyak basa-basi demi menjalin keakraban. Kultur kerja di Jerman menitikberatkan pada kualitas, bekerja secara individu, dan segera pulang setelah selesai pekerjaannya. Memang benar mereka lebih suka bekerja sendiri dan tertutup jika itu dipandang bagus buat diri dan kantornya. Seringkali mereka mengambil istirahat siang yang panjang agar bisa bekerja di luar kantor dan lebih fokus. Jadi, jangan heran melihat mereka jarang ngumpul buat rapat atau ngobrol soal kerjaan. Bagi mereka, less social time is more work time.
6. Tidak Pernah Cemas Karena Hilang Pekerjaan
Jika mereka berminggu-minggu libur dan cuti, apa mereka tidak takut kehilangan pekerjaan? Mau bayar tagihan pakai apa? Tenang, selain karena libur dan cuti tersebut dimandatkan oleh negara, orang Jerman tidak terlalu cemas jika mereka tidak punya pekerjaan. Itu karena pemerintah Jerman selalu berusaha membahagiakan rakyatnya dengan menyediakan layanan kesehatan gratis, biaya kuliah gratis, dan santunan kepada anak-anak kecil.
Orang Jerman bebas dari rasa cemas karena beberapa tagihan mereka sudah ditanggung oleh pemerintah. Akibatnya mereka jadi jauh lebih bahagia, lebih produktif, dan seluruh waktunya dicurahkan untuk pekerjaan dan keluarga, bukan fokus buat memikirkan tunggakan bulanan.
7. Kualitas Jauh Lebih Utama Daripada Kuantitas
Kultur kerja yang diterapkan orang Jerman sekali lagi menegaskan bahwa kualitas jauh lebih penting daripada kuantitas. Saat kita membanggakan diri dengan jumlah jam kerja dan lembur yang kita lakukan buat kantor dan perusahaan, orang Jerman lebih mengutamakan kualitas dari hasil pekerjaan. Kualitas itu didapatkan dengan fokus, efisiensi dan dedikasi tanpa kompromi di tempat kerja.
Mereka memblokir semua gangguan dari luar dan dalam diri demi menyelesaikan kewajiban, lalu segera kembali ke keluarga dan komunitas untuk memelihara keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan. Lagipula, buat apa pamer sudah kerja lembur hingga 12 jam kalau sebagian besar pekerjaannya diisi oleh membuka facebook, ngerumpi, serta berbasa-basi?
Kultur kerja masyarakat Jerman memang tidak bisa disamakan dengan gaya di Indonesia. Namun, sebenarnya dari beberapa contoh di atas kamu bisa mempelajari beberapa ilmu. Keuletan dan usaha mereka menyeimbangkan antara ‘work’ dengan ‘play’ bisa kamu tiru. Pola komunikasi langsung pada intinya bisa menghemat waktu, meningkatkan efisiensi, dan memperjelas percakapan antar rekan kerja. Menutup media sosial saat bekerja akan membantu fokus dan tidak mudah terdistraksi. Lalu, nikmatilah akhir pekan kamu tanpa gangguan smartphone dan internet agar otak kamu lebih bugar saat kembali ke kantor nanti.