Ramadan disebut bulan Alquran karena Allah SWT menurunkannya sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke langit bumi, Baitul Izzah, pada malam 25 bulan Ramadan.
Sebagaimana riwayat Imam Ahmad dari Watsilah bin al Asqa’, Rasulullah SAW bersabda, Alquran diturunkan pada 24 malam di bulan Ramadan. Kemudian Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur sesuai dengan beberapa kejadian dan peristiwa.
Nabi SAW memprioritaskan bulan Ramadan dengan tadarrus, yaitu membaca Alquran secara bergantian dan saling simak dengan Malikat Jibril untuk mengkhatamkan Alquran.
Bahkan di bulan Ramadan terakhir menjelang Nabi SAW wafat, mengulang tadarrus dua kali. Tradisi tadarrus dan khataman inilah yang terus dilestarikan oleh ulama salaf.
Qatadah mengkhatamkan Alquran setiap Minggu, dan ketika masuk bulan Ramadan mengkhatamkan Alquran setiap tiga hari sekali. Pada sepuluh terakhir bulan Ramadan Qatadah mengkhatamkan setiap malam.
Imam Malik, pendiri mazhab Maliki sengaja menghentikan pengajian rutinnya (tawaqqufan) selama bulan Ramadan hanya karena ingin fokus untuk membaca Alquran serta mengkaji makna dan tafsirnya.
Menurut riwayat Rabi’ bin Sulaiman, bahwa Imam Syafi’i mengkhatamkan Alquran selama bulan Ramadan sebanyak enam puluh kali.
Sepantasnya bagi semua umat Muslim jangan menyia-nyiakan untuk menjadikan bulan Ramadan sebagai momentum untuk hidup bersama Alquran, selalu mengkaji dan membacanya setiap hari.
Selama Ramadan dapat berkomitmen untuk mengkhatamkan Alquran setiap Minggu, per sepuluh hari, atau minimal satu ayat setiap harinya, agar menjadi Muslim yang berpenampilan baik dan perilakunya elok.
Rasulullah SAW mengilustrasikan orang mukmin yang selalu membaca Alquran bagai buah utrujah (sejenis durian), aromanya wangi dan rasanya lezat. Orang mukmin yang tak rajin membaca Alquran bagai buah kurma yang tak ada aromanya meskipun rasanya manis.
Hadits ini menunjukkan Alquran adalah pedoman manusia yang menjadi panduan dalam menjalankan hidup yang baik di dunia dan selamat di akhirat. Alquran bagi Muslim ibarat buku panduan (manual book).
Jika diumpamakan kepada mobil atau alat elektronik, barang itu akan baik dan awet manakala penggunaannya mengikuti buku panduannya. Namun bagi Muslim tak cukup hanya hidup sesuai petunjuk Alquran tapi juga sangat dianjurkan terus membaca Kitab Suci karena membacanya selalu mengalirkan pahala dan rahmat Nya.
Perintah membaca
Oleh karena itu, perintah membaca menjadi ayat Alquran dalam ayat dan surat pertama yang turun secara berangsur kepada Rasulullah SAW di Gua Hira’. Saat itu turun perintah kepada Rasulullah untuk membaca meskipun Nabi SAW tak bisa membaca (ummi). Artinya membaca itu adalah jendela pengetahuan dan panduan untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi.
Namun membaca untuk mendapat ilmu pengetahuan saja tak cukup, karenanya harus dibarengi dengan menyebut nama Allah sebagai landasan dari ilmu pengetahuan. Membaca dan menyebut nama Allah SWT adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Keduanya bagai dua sisi mata uang. Orang yang membaca saja tanpa ingat kepada Allah SWT seringkali bersikap sombong karena ilmu yang diperolehnya.
Demikian juga orang yang hanya mengedepankan keimanan tanpa dilandasi oleh pengetahuan yang cukup tentang ilmu agama acapkali mendatangkan kefanatikan membuta.
Membaca Alquran yang disertai dengan mengkaji kandungan isinya berarti telah mempelajari dasar dasar dari semua disiplin ilmu. Sebab seluruh cabang ilmu telah dibicarakan oleh Alquran secara global.
Selanjutnya, kajian Alquran dikombinasi dengan kajian Hadits Nabi SAW sebagai penjelas terhadap arti dan kandungan Alquran, ditambah dengan menelaah pendapat serta penelitian para ulama muslim terdahulu dari masa ke masa. Semua ini momentumnya ada pada bulan Ramadan.