Dari Celotehan Sarat Pesan Kehidupan, Bedah Buku “Celotehan Santri”

Dari Celotehan Sarat Pesan Kehidupan, Bedah Buku “Celotehan Santri”

 

GAIDOFOUNDATION.ORG-Gelaran Bazaar dan Festival Ramadhan 1442 H hari ke-18 diisi dengan kegiatan Bedah buku berjudul “Celotehan Santri” buah karya Ust.Kholid Ma’mun, pengajar di PonPes Modern Daar El-Istiqomah Pimpinan Drs KH.Sulaeman Ma’ruf. Muhammad Hasan Gaido, selaku founder Gaido Foundation sekaligus bertindak sebagai pembedah buku didampingi olehDr. H. Fadhlullah, S.Ag, M,.Si, Sekjen Forum Ssilaturahim Pondok Pesantren (FSPP)Banten, dan Iwan Setiawan, Santri dari PonPes Al-Waqe Al-Jami’ Baros, pada Kamis (06/05) di Aula Serbaguna Kawasan Wisata Halal Baduy Outbound.

Hasan Gaido menyampaikan buku “Celotehan Santri” ini terdiri dari 36 judul dengan 231 halaman. Pada kesempatan ini Hasan Gaido hanya membahas beberapa bagian paling menarik yaitu:

  1. Agama sebagai Sandaran Hidup.
  2. Banten Terus Berbenah
  3. Berbincang Tentang Peradaban
  4. Islam Melarang Aksi Terorisme
  5. Jilbab bukan Aksesoris
  6. Islam pengawal HAM dan Demokrasi
  7. Memaknai kerja sebagai ibadah
  8. Syeh Nawawi Ulama Produktif
  9. Sejarah singkat berdirinya Nahdlatul Ulama

“Saya sangat senang bisa membaca buku ini, karena kaya akan nilai, pesan dan makna yang patut kita amalkan di kehidupan nyata. Selain itu, topik-topik yang disuguhkan pun cukup lengkap dan relevan dengan apa yang terjadi di masyarakat umum dan dengan bahasa populer yang mudah dan renyah untuk dipahami pembaca.” ujar Hasan Gaido

Sedangkan, Ust. Kholid Ma’mun ketika dihubungi melalui saluran telepon menyampaikan latar belakang penulisan buku ini.

“Saya mulai menulis itu pada tahun 2017 berawal dari bertemu denga salah satu wartawan dan saya diberikan kesempatan untuk menulis cerita di koran. Setelah itu karena juga termotivasi oleh Abuya Munfasir maka sejak itulah Saya mulai suka dan senang untuk menulis” ujar Ust.Kholid Ma’mun.

Selanjutnya Ust. Kholid Ma’mun juga berpesan bahwa sebagai seorang pengajar dan pendidik meski sebagian besar waktu dihabiskan di lingkungan pondok pesantren, sudah selayaknya juga terus bisa memberikan ilmu yang bermanfaat kepada masyarakat umum.

“Melalui penulisan buku “Celotehan Santri” ini, semoga menjadi ikhtiar dan media dakwah saya, agar sedikit keilmuan yang saya miliki semoga bisa bermanfaat bagi masyarakat umum.” jelas Ust. Kholid Ma’mun.

Buku “Celotehan Santri” ini adalah salah satu pesan kekaguman sang penulis kepada Ulama tersohor dan berpengaruh dari tanah Banten, Syeikh Nawawi Al-Bantani.

Selanjutnya, Dr. Fadhlullah dengan latar belakang sebagai seorang dosen di perguruan tinggi, yang juga seorang mantan santri,  turut mengomentari seputar kehidupan santri dan pondok pesantren hari ini.

“Sama-sama kita bisa lihat dan sudah patutnya mendapat perhatian lebih, bahwa santri (Pondok Pesantren) saat ini belum mendapatkan sentuhan yang layak dari pemerintah pusat. Conothnya saja, tentang kesetaraan dalam tingkatan pendidikan, karena sampai saat ini pemerintah belum memberikan pengakuan bahwa santri itu setara dengan tingkatan SD, SMP, SMA bahkan Sarjana (S-1)”. Ujar Dr. Fadhullah.

Sedangkan dari sudut pandang seorang santri, dalam hal ini disampaikan oleh Iwan Setiawan, bahwa kehidupan santri salafi itu sangatlah sederhana.

“Yaa, keseharian kami utamanya adalah belajar dan mengaji, semua disyukuri dan penuh sederhana, sampai ada istilahnya “Makanpun dengan terasi tetapi hati tetap terisi” yang artinya walaupun kita makan seada-adanya di pondok salafi tetapi kita selalu merasa kenyang karna terisi oleh ayat-ayat suci al’Quran dan kitab-kitab.” jelas Iwan.

Harapannya, walau baru menjadi santri selama 5 tahun, Iwan ingin selain bisa mengaji juga bisa memperkaya keilmuannya di bidang lain, seperti bisnis. Karena setelah selesai masa pembelajarannya di pondok pesantren, para santri nantinya juga bisa menjadi pebisnis atau bahkan bisa menjadi pemimpin seperti abah, Wakil Presiden RI, K.H Ma’ruf Amin.

“Pesan saya untuk para santri. Tetap semangat terus belajar dan mengabdi kepada guru-guru kita, agar kita menjadi semakin kuat layaknya karang yang dihantam ombak di lautan” ujar Iwan. (RZK)

Share on facebook
Share on twitter
Share on google
Berita Terkait: