Potensi Cuan Bisnis Budi Daya Puyuh Bak “Mutiara yang Terpendam di Indonesia”, Ini Alasannya

Potensi Cuan Bisnis Budi Daya Puyuh Bak “Mutiara yang Terpendam di Indonesia”, Ini Alasannya

GAIDOFOUNDATION.ORG – Budi daya puyuh merupakan salah satu potensi bisnis yang sangat menjanjikan di Indonesia. Pasalnya, endemik penghasil telur terbesar kedua setelah ayam petelur itu belum banyak digandrungi, sehingga penyediaanya (supply) belum mampu memenuhi permintaan (demand) di pasaran.

Slamet Wuryadi, Pemilik Slamet Quail Farm (SQF) mengungkapkan, bahwa saat ini populasi puyuh di Indonesia baru berkisar 14,8 juta, atau hanya 5,3 persen jika dibandingkan dengan total populasi penduduk, 270 juta jiwa.

“Jadi kalau melihat dari angka ini saja, sebetulnya potensi bisnis budi daya puyuh ini sangat prospektif. Karena demand (permintaan) jauh lebih tinggi dibandingkan supply (persediaan) nya,” ujar Slamet, Kamis (20/1/2022).

Profesor Puyuh pertama di Indonesia ini sudah membuktikan sendiri. Bahkan berkat budi daya puyuh yang dijalankannya secara tekun dan konsisten sejak tahun 1992 itu, kini Slamet telah memiliki aset hingga Rp36 miliar.

“Saya masih ingat betul harga telur puyuh waktu itu hanya Rp32 per butir. Namun karena saya melihat potensinya besar, maka saya tekuni terus dan alhamdulillah sekarang harga telur puyuh naik dan bertahan di pasar nasional,” ungkapnya.

Menurut Slamet, saat ini, telur puyuh dapat memberi penghasilan sebesar Rp100 per butir telur per hari. Maka tinggal dikalikan saja dengan populasi puyuh yang dimiliki, dengan asumsi puyuh mengeluarkan telur sebanyak 2-3 butir per hari. Tentu saja hasilnya sangat menjanjikan.

“Proses budi dayanya pun singkat, 17 hari telur menetas, 30 hari dipelihara dalam kandang broder, kemudian setelah 30-40 hari lamanya disiapkan untuk calon petelur. Ini yang saya bilang usaha ini sangat profitable dam sustainable,” jelas Slamet.

Selain daging dan telurnya, puyuh juga bisa mendatangkan keuntungan dari kotorannya, dengan memanfaatkan kotoran tersebut sebagai pupuk kompos yang baik untuk tanaman, khususnya padi.

“Saya sering bilang ke petani, kalau mereka punya 1.000 puyuh, yang dihasilkan dari itu (telur) akan menjadi gaji harian mereka. Sementara gaji triwulannya ya dari tanaman padi. Mereka tidak perlu beli pupuk organik, karena sudah disuplai dari kotoran puyuh tadi. Penelitian saya, 1.000 ekor itu menghasilkan 8 kg kotoran segar,” paparnya.

Slamet mengatakan, bahwa budidaya puyuh sangat mudah, karena semua kebutuhan dan komponennya menggunakan sarana lokal.

“Kemudian tidak ada ketergantungan bibit dari luar. Sekedar tips saja, untuk bibit, saya lakukan perkawinan silang. Inilah alasan mengapa bibit kita mendapat julukan bibit unggul, karena mendapat perlakuan dikawinkan tidak sedarah, tidak seibu tidak sebapak. Ini kunci keberhasilan juga,” ungkapnya.

Selain aktif budi daya hingga sekarang, Slamet juga gemar menularkan semangat budi daya puyuh ke berbagai pihak. Slamet membuka diri bagi siapa saja yang ingin menimba ilmu budi daya puyuh darinya, mulai dari hulu sampai hilir.

“Alhamdulillah di tempat budi daya puyuh milik kami ini, di Sukabumi, sudah banyak yang datang belajar. Ada yang 1 hari, 2 hari, 3 hari, bahkan lebih. Dan sejauh ini, yang datang ke saya secara individu (karena memiliki tekad kuat untuk membangun jejaring) belum pernah saya memungut biaya sedikitpun untuk pelatihannya,” ucap Slamet.

Kiprah dan dedikasi Slamet ini mendapat apresiasi dari Dewan Penasehat Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (INTANI), Muhammad Hasan Gaido. Ia pun mengaku sangat mendukung aktivitas budi daya puyuh.

“Kita patut berbangga dan mengapresiasi apa yang telah dilakukan Pak Slamet dan seluruh tim nya. Mereka telah membina UMKM untuk naik kelas, dan membuka lahirnya wirausahwan baru, tidak terkecuali dari kalangan santri dan juga bisnis prospek bisnis bagi para Kepala Desa yang ingin menjadikan desanya sebagai “Usaha Desa yang Mendunia”,” kata Hasan Gaido yang juga merupakan Ketua Kadin Indonesia Hubungan Bilateral itu.

Selanjutnya, Hasan Gaido yang saat ini juga menjabat sebagai Dewan Pertimbangan Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Banten tersebut mengaku akan mencoba membuka peluang bisnis yang murah dan prospektif ini kepada pesantren-pesantren yang ada di Banten.

“Karena biasanyan cukup murah hanya dengan investasi 2,5 jt saja, sudah bisa menjadi salah satu program ketahanan ekonomi ponpes seperti yang dicanangkan Wapres RI,” pungkas Hasan Gaido.

Share on facebook
Share on twitter
Share on google
Berita Terkait: